Beranda | Artikel
Hukum Membunuh Orang Asing Di Negara Islam
Minggu, 8 November 2020

HUKUM MEMBUNUH ORANG ASING DI NEGARA ISLAM

Pertanyaan.
Apa pendapat anda terkait dengan peristiwa yang terjadi di Negara Islam dengan menjadikan orang asing sebagai target pembunuhan. Akan tetapi mereka membunuh beberapa orang Islam juga dan menghancurkan sebagain bangunan dan perumahan. Apakah ini termasuk jihad sebagaimana yang dikatakan oleh pelakunya?

Jawaban.
Alhamdulillah.

Pertama : Peristiwa yang terjadi di Negara Islam dengan menjadikan orang asing sebagai target pembunuhan, bukan termasuk jihad, bahkan ia termasuk kerusakan dan pengrusakan, penghancuran dan pengaburan. Hal itu menunjukkan kebodohan dan kesesatan pelakunya. Mereka orang asing yang dilindungi di Negara islam. Mereka tidak masuk kecuali dengan izin. Maka tidak dibolehkan memusuhi, baik dengan memukul, mencuri apalagi sampai membunuh. Maka darah dan harta mereka terjaga. Orang yang menyerangnya sangat berbahaya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 3166 dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Siapa yang membunuh orang (kafir) yang terikat perjanjian, maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya bau surga didapatkan sejauh perjalanan empat puluh tahun

Ini mencakup orang kafir dzimmi (orang kafir yang hidup di bawah pemerintahan islam), mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian) dan orang musta’man (yang didiberi keamanan).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari mengatakan, “Maksudnya adalah orang yang telah ada perjanjian dengan orang Islam, baik dengan akad jizyah (membayar sebagai ganti perlindungannya), atau gencatan senjata dari penguasa atau mendapatkan keamanan dari orang Islam.”

Dalam perkataan beliau rahimahullah, ”Atau mendapatkan keamanan dari orang Islam” memberikan isyarat kepada sesuatu yang telah dikenal oleh para ahli fiqih bahwa keamanan yang dimaksud tidak disyaratkan dari hakim atau penguasa, bahkan boleh diberikan oleh orang awam dari kalangan umat Islam. Mereka orang asing yang disebutkan tadi, masuk ke negara Islam dengan mendapatkan keamanan dari pemerintah, juga biasanya mendapatkan keamanan dari salah seorang umat Islam. Maka tidak dibolehkan mengganggunya meskipun asalnya mereka orang yang memerangi orang Islam.

Telah diriwayatkan oleh Bukhari, no. 3171 dan Muslim, no. 336 dari Ummu Hani binti Abu Thalib Radhiyallahu anha, dia berkata,

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَقَالَ : مَنْ هَذِهِ؟ فَقُلْتُ : أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ . فَقَالَ : مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، زَعَمَ ابْنُ أُمِّي عَلِيٌّ أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدْ أَجَرْتُهُ ، فُلَانُ بْنُ هُبَيْرَةَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ .

Saya mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat terjadi pada tahun penaklukan Mekah. Saya dapatkan beliau mandi sementara anak perempuannya menutupnya, maka saya memberian salam kepada beliau. Beliau bertanya,” Siapa?” Saya menjawab, “Saya Ummu Hani binti Abu Thalib.” Maka beliau mengatakan,”Selamat datang wahai Ummu Hani”. Selesai mandi, beliau berdiri menunaikan shalat delapan rakaat diselimuti dengan satu baju. Saya berkata,”Wahai Rasulullah, Anak ibuku; Ali menyangka bahwa ia membunuh seseorang yang telah aku lindungi, fulan bin Hubairah. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sungguh telah kami lindungi orang yang anda lindungi wahai Ummu Hani.”

Ibnu Qudamah  rahimahullah mengatakan, “Siapa yang memberikan keamanan kepada mereka dari kami, baik lelaki, wanita maupun budak, maka dia mendapatkan keamanan.”

Kesimpulannya, bahwa keamanan kalau diberikan kepada penduduk yang memusuhhi Islam (ahli Harbi), maka diharamkan membunuh, (mengambil) harta dan mengganggunya. Dan sah (pemberian keamanan) dari setiap muslim, balig, pilihan sendiri, lelaki maupun perempuan. Merdeka maupun budak. Ini merupakan pendapat Ats-Tsauri, Auza’i, Syafi’i, Ishaq, Ibnu Qosim dan kebanyakan ahli ilmu.” Al-Mughni, 9/195.

Kedua : Kalau orang yang minta perlindungan atau orang yang dalam perjanjian membatalkan perjanjiannya, maka tidak dibolehkan sembarang  muslim untuk membunuhnya. Karena hal itu akan berakibat  terjadi banyak kerusakan.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul pemimpin orang munafiq khawatir dikatakan ‘Muhammad membunuh temannya’. Dan begitulah, tidak diperkenankan seorang pun dari kalangan umat Islam membunuh orang yang telah tampak kemurtadannya dan masih dalam perlindungan dengan makna yang telah kami sebutkan tadi. Berapa banyak (kejadian ini, membunuh sembarangan) berakibat kesulitan dan bencana pada orang Islam, karenanya dakwah dan para dai dipersempit (gerakannya) dan kondisi ini dimanfaatkan para pengacau untuk mengacaukan gambaran kebenaran dan pelakunya.

Ketiga : Adapun menjadi sebab  hingga terjadi pembunuhan terhadap orang Islam yang dilindungi  (darahnya), maka hal itu termasuk kejahatan dan dosa besar, karena

زَوَال الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Hancurnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan membunuh seorang muslim” Sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmizi, (1395), Nasa’i, (3987) Ibnu Majah, (2619) dari hadits Abdullah bin Amr, dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi.

Apa yang mereka anggap istisyhad (operasi mati syahid) karena menjadi tameng, maka itu tertolak. Hal itu menunjukkan kebodohan dan kezaliman mereka. Maka, jika kami menentang sembarang  orang membunuh orang kafir yang halal darahnya  –karena  menghindari akibat negatif kerusakan sebagaimana yang telah kami sebutkan-, apalagi jika masalahnya membunuh orang lain yang terlindungi darahnya?

Maka jelas dari sini, bahwa prilaku mereka itu gelap di atas kegelapan lainnya. Asalnya adalah kebodohan, ketergesa-gesaan dan tidak kembali kepada ulama yang kita diperintahkan untuk bertanya dan merujuk masalah kepada mereka. Orang-orang terpercaya dari kalangan ahli ilmu telah sepakat untuk melarang perbuatan pengrusakan ini karena asalnya haram dan berdampak kerusakan dan keburukan.

Maka setiap orang hendakna bertakwa kepada Allah Ta’ala, harus sangat menghindar dari mencederai orang Islam, menumpahkan darah yang haram ditumpahkan serta mendatangkan keburukan bagi kaum muslimin.  Semoga Allah memberikan taufiq kepada semuanya dengan apa yang dicintai dan diridai

Wallahu a’lam.

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/24692-hukum-membunuh-orang-asing-di-negara-islam.html